Abdullah bin Muslim bin Qutaibah Al-Dinawari atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Qutaibah adalah ulama ilmu Quran dan hadis masyhur ahlusunah. Pada bagian akhir salah satu karyanya yang berjudul Kitâb Al-Ma’ârif, terdapat bab berjudul “Al-Barash“. Bab tersebut memuat daftar orang-orang terkenal yang pernah terkena penyakit leprosy [lepra/kusta] atau leukoderma selama masa hidupnya. Barisan pertama dari penderita penyakit tersebut adalah Anas bin Malik, seorang sahabat Nabi saw.

Ibnu Qutaibah mencatat sebuah peristiwa yang menjadi sebab mengapa Anas menderita penyakit tersebut: kutukan Ali bin Abi Thalib a.s.

Kitab versi terbitan edisi Mesir memuat  kalimat di akhir kisah itu bahwa Ibnu Qutaibah meragukan kebenaran peristiwa ini. Tapi kalimat atas keraguan tersebut tidak ada di dalam manuskrip tua kitab itu yang berusia lebih dari 700 tahun dan tersimpan di perpustakaan Inggris. Ibnu Qutaibah hidup antara tahun 213 dan 276 Hijriah. Karyanya yang berjudul Kitâb Al-Ma’ârif mendaftar kisah dan informasi biografi tentang berbagai muslim dari abad sebelumnya.

Peristiwa kutukan Ali bin Abi Thalib tersebut dapat dilihat di bawah ini, sebagaimana yang diterbitkan oleh edisi Mesir:

Kitâb Al-Ma’ârif, Ibnu Qutaibah Ad-Dinawari (w. 276 H), hlm. 251
Kairo: Matba’at Al-Islâmiah, 1353 H/1935 M.

Al-Barash (Lepra atau Leukoderma)

Anas bin Malik menderita (penyakit) al-barash di wajahnya. Orang-orang menyebutkan bahwa Ali radhiallâh ‘anhu bertanya padanya tentang ucapan Rasulullah saw., “Ya Allah, pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Dia (Anas) berkata, “Saya sudah tua dan telah lupa.” Maka Ali berkata, “Kalau Anda berbohong, maka Allah memberimu dengan (warna) keputihan yang bahkan tidak bisa ditutupi dengan serban.”

Abu Muhammad berkata: (Cerita) ini tidak ada dasar keasliannya.

Perlu diketahui bahwa Abu Muhammad adalah patronim atau kuniah Ibnu Qutaibah. Oleh karena itu akan menjadi aneh bahwa Ibnu Qutaibah memasukkan sebuah kisah dalam kitabnya tapi kemudian ia berkomentar bahwa ia tidak benar-benar percaya tentang kebenaran cerita tersebut. Lalu apa masalahnya?

Pertama, Allamah Al-Amini dalam Al-Ghadir jilid 1 halaman 236 menunjukkan bahwa dari awal sampai akhir Kitâb Al-Ma’ârif, tidak ada tempat lain di mana Ibnu Qutaibah menyebutkan sesuatu kemudian menyatakan keraguan! Gaya kitab itu dengan jelas menunjukkan bahwa penulis hanya mencantumkan apa yang ia percaya adalah benar.

Kedua, ulama terkenal suni muktazilah, Ibnu Abil Hadid (w. 656 H), menulis:

Syarh Nahj Al-Balâghah, Ibnu Abil Hadid Al-Mu’tazili (w. 656 H), jil. 3, hlm. 338

… Ibnu Qutaibah telah menyebutkan riwayat tentang lepra/leukoderma (hadis al-barash) dan kutukan Amirul Mukminin Ali kepada Anas bin Malik, dalam Kitâb Al-Ma’ârif bab “Al-Barash min A’yan Ar-Rijâl”, dan Ibnu Qutaibah tidak bisa dituduh karena memihak pada Ali a.s., karena ia terkenal menjauh darinya.

Hal ini menunjukkan bahwa salinan Kitâb Al-Ma’ârif yang Ibnu Abil Hadid lihat tidak memuat kalimat terakhir yang muncul pada edisi Mesir di atas.

Akhirnya, terdapat sebuah versi kuno Kitâb Al-Ma’ârif dalam bentuk naskah berusia lebih dari 700 tahun yang membenarkan kecurigaan perubahan kitab tersebut.

Kitâb Al-Ma’ârif, Ibnu Qutaibah Ad-Dinawari (w. 276 H), folio 118r
Manuskrip: Referensi katalog Perpustakaan Inggris, 1491
Tertanggal hari akhir Syakban, 710 H (1310 M)

Anas bin Malik menderita (penyakit) al-barash di wajahnya. Orang-orang menyebutkan bahwa Ali shalawâtullâh ‘alaih bertanya padanya tentang ucapan Rasulullah saw., “Ya Allah, pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Dia (Anas) berkata, “Saya sudah tua dan telah lupa.” Maka Ali berkata, “Kalau Anda berbohong, maka Allah memberimu dengan (warna) keputihan yang bahkan tidak bisa ditutupi dengan serban.”

Coba kita bandingkan edisi teks di atas baik-baik dengan edisi teks Mesir di awal. Meskipun halaman dari manuskrip ini memiliki peristiwa lengkap kutukan Imam Ali a.s. terhadap Anas bin Malik dan penyakitnya, tidak ada sedikitpun komentar: “Abu Muhammad: (Cerita) ini tidak ada dasar keasliannya”!

Perhatikan juga bagaimana penghormatan shalawâtullâh ‘alaih yang digunakan untuk Imam Ali yang tidak ditemukan dalam edisi Mesir!

Tapi tanpa rantai riwayat lengkap (isnad) bagaimana kita bisa percaya?

Kitâb Al-Ma’ârif bukanlah kitab yang mengutip rantai riwayat lengkap untuk isinya. Faktanya, Ibnu Qutaibah sebagai ulama yang dikenal karena kekecewaannya terhadap Ali bin Abi Thalib tetap mengutip kisah tersebut menyiratkan bahwa ia merasa pasti akan kebenarannya. Hasil penelitian dan rincian peristiwa kutukan tersebut lengkap dengan sanadnya dapat ditemui dalam Al-Ghadir, edisi Beirut, jilid 1, hlm. 207-238.

Lalu, pertanyaan yang tidak kalah pentingnya adalah pada saat kapan nabi saw. mendoakan untuk Ali bin Abi Thalib: “Ya Allah, jadilah wali bagi yang mewalikannya…”? Kalimat doa tersebut adalah bagian dalam peristiwa Ghadir Khum ketika Imam Ali a.s. dengan jelas ditunjuk sebagai pelanjut nabi di hadapan umat muslim.

Kesimpulannya, terlihat bahwa seseorang di manapun ia berada berusaha untuk mencampuri kebenaran dengan memasukkan pernyataan bohongan dan dihubungkan dengan kitab Ibnu Qutaibah.

Oleh: Ahlulbayt Digital Islamic Library Project
Penerjemah: Ali Reza Aljufri © 2010

Komentar Anda?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.